Pengikut

Sabtu, 09 Juni 2018

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) TBK


KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam kamus perbankan (Institut Bankir Indonesia 1999), CAMELS adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank yang berpengaruh juga terhadap tingkat kesehatan bank. CAMELS merupakan tolok ukur objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. Peringkat CAMELS dibawah 81 memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan melalui neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat. Apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan akan sering diperiksa oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Rasio CAMELS adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara  Analisis Tingkat Kesehatan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (Studi Kasus : Pergantian Kepemimpinan E.C.W. Neloe)  suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Penelitian tentang tingkat kesehatan keuangan di perusahaan perbankan telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan event studi. Penelitian sebelumnya diantaranya dilakukan oleh Permatasari (2006), hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang terdiri dari CAR, RORA, Profit Margin, ROA, BOPO dan LDR merupakan variabel pembeda dalam membedakan status tingkat kesehatan bank. Senada dengan penelitian Permatasari adalah penelitian Almilia (2005) yang menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang mengalami kebangkrutan. Berdasarkan uraian di atas dapat diduga bahwa kinerja keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk setelah pergantian kepemimpinan E.C.W. Neloe adalah baik.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif. Obyek penelitian ini adalah kinerja keuangan Bank Mandiri pada laporan publikasi tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Penelitian dilakukan di Bank Mandiri pada laporan publikasi tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Dokumentasi yaitu suatu cara pengumpulan data melalui buku-buku, literatur, catatan yang berkaitan dengan penelitian ini atau dari media lain yang mendukung yang berkaitan dengan kinerja keuangan Bank Mandiri pada laporan publikasi tahun tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Pada penelitian ini analisis kinerja keuangan bank berdasarkan metode CAMELS untuk periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Perhitungan kinerja keuangan dengan menggunakan metode CAMELS khususnya untuk faktor manajemen tidak dilakukan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan data yang dapat diperoleh peneliti, serta adanya ketentuan tentang kerahasiaan bank sesuai pasal 40 ayat (10) UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yaitu bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan  Analisis Tingkat Kesehatan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (Studi Kasus : Pergantian Kepemimpinan E.C.W. Neloe) simpanannya, maka faktor penilaian manajemen diproksikan dengan faktor profit margin (Permatasari, 2006) Dari perhitungan tersebut dapat digolongkan dalam beberapa predikat kinerja bank yaitu :


PEMBAHASAN
Untuk mengetahui tingkat kesehatan bank pada Bank Mandiri dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Menghitung komponen penilaian tingkat kesehatan bank
Ada lima faktor yang dinilai dalam penilaian tingkat kesehatan yaitu faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas, masing-masing faktor terdiri dari beberapa komponen yang berupa rasio. Faktor permodalan dihitung dengan rasio CAR, kualitas aktiva produktif dihitung dari aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif dan pemenuhan pembentukan penyisihan aktiva produktif (PPAP) terhadap pemenuhan pembentukan penyisihan aktiva produktif yang wajib dibentuk (PPAPWD), untuk faktor manajemen dalam penelitian ini diwakili dengan rasio profit margin, faktor rentabilitas dihitung dengan ROA dan BOPO sedangkan faktor likuiditas dihitung dari perbandingan kredit dengan simpanan dana masyarakat (LDR).
a)      Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR merupakan perbandingan antara jumlah modal bank dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) yang dimiliki. Jumlah modal bank dapat dilihat pada posisi neraca sisi pasiva sebelah kiri. Jumlah modal bank adalah modal saham, agio saham dan laba bank yang biasa disebut modal inti serta modal pelengkap. Analisis Tingkat Kesehatan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (Studi Kasus : Pergantian Kepemimpinan E.C.W. Neloe) Aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) mencakup aktiva neraca dan beberapa pos dalam rekening administrasi yang diberi bobot sesuai dengan kadar resikonya.


Dari tabel di atas dapat dianalisis tingkat perbandingan modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko. Besarnya CAR pada tahun 2005 sebesar 23,65 persen dan mengalami kenaikan CAR pada tahun 2006 sebesar 25,30 persen dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2007 yaitu sebesar 22,90 persen. Kenaikan dan penurunan CAR ini disebabkan karena adanya kenaikan dan penurunan modal dan adanya peningkatan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Kenaikan CAR pada tahun 2006 juga disebabkan adanya perbaikan direksi di Bank Mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peristiwa perbaikan direksi di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memberikan dampak positif yaitu dengan naiknya CAR.
b)      Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Kualitas aktiva produktif merupakan perbandingan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif yang dimiliki. Kualitas aktiva produktif dinilai atas dasar penggolongan kredibilitas yang terdiri dari lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Sedangkan aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian bank. Untuk mengetahui  Analisis Tingkat Kesehatan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (Studi Kasus : Pergantian Kepemimpinan E.C.W. Neloe) perhitungan KAP tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kualitas aktiva produktif dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami perbaikan, hal ini ditunjukkan dengan ada penurunan kualitas aktiva produktif yaitu pada tahun 2005 mencapai 11,82 persen sedangkan di tahun 2007 turun menjadi 7,75 persen. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya kredit yang macet dan peningkatan aktiva produktif PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
c)      Profit Margin (PM)
Profit margin adalah rasio yang menggambarkan efisiensi sebuah perusahaan, dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan pendapatan. Semakin besar nilai rasio ini semakin tepat manajemen menempatkan dana dari perusahaan tersebut, bararti perusahaan itu semakin efisien dalam pengelolaan dananya. Rasio ini diperoleh dengan perbandingan antara net income yang dimiliki bank dengan operting income.


Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat profit margin dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami kenaikan rasio dari sebesar 21,74 persen pada tahun 2005 dan meningkat menjadi sebesar 121,97 persen pada tahun 2007. Hal ini berarti dari dana yang diinvestasikan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dapat menghasilkan laba yang lebih besar dari pada kondisi sebelum tahun 2007. Sehingga dapat dikatakan bahwa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sudah efisien dalam pengelolaan dananya. Peningkatan profit margin disebabkan karena peningkatan total pendapatan (operasional dan non operasional) dari tahun sebelumnya yang cukup tinggi di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
d)      Return on Asset (ROA)
Rentabilitas ekonomi atau Return on Asset (ROA) merupakan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dalam ROA laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum bunga dan pajak (Nitisemito, 1984). Tujuan dari penilaian rentabiltas adalah mengukur tingkat profitabilitas bank dalam mengelola aktiva produktif dan sumber pendapatan lainnya serta tingkat efeisiensi operasional. Rentabiltas dikatakan efektif apabila besarnya rentabilitas yang dapat dicapai perusahaan sudah di atas tingkat bunga atau biaya modalnya (Riyanto, 1990). ROA adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset. Informasi mengenai jumlah laba sebelum pajak dapat diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan rata-rata asset adalah dari dua laporan neraca pada periode yang sama dibagi dua.


Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat ROA pada tahun 2005 sebesar 0,48 persen, sedangkan setelah tahun 2005 tingkat return on asset mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar 1,07 persen pada tahun 2006 dan sebesar 1,69 persen pada tahun 2007. Kenaikan yang terjadi setelah tahun 2005 disebabkan adanya peningkatan asset PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
e)      Loan to Deposit Ratio (LDR)
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dilunasi pada saat ditagih. Kewajiban yang segera harus dilunasi berhubungan dengan kewajiban yang ada dalam bank sendiri, sedangkan likuiditas badan usaha merupakan kemampuan memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan kreditur. Likuiditas perusahaan dapat diketahui dari neraca pada suatu saat tertentu, yaitu dengan membandingkan jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar, hasil perbandingan ini disebut current rartio atau working capital (Nitisemito, 1984)


Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa LDR pada tahun 2005 sebesar 33,66 persen, sedangkan setelah tahun 2005 rasio LDR mengalami kenaikan yaitu sebesar 36,01 persen pada tahun 2006 dan sebesar 35,95 persen pada tahun 2007. Kenaikan rasio ini disebabkan peningkatan eskpansi kredit yang cukup tinggi di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

2.      Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Setelah melakukan perhitungan nilai kredit pada masing-masing komponen dan memberikan bobot nilai akhir dalam kaitannya untuk menentukan total nilai yang diperoleh, maka langkah selanjutnya menjumlahkan nilai yang diperoleh dari masing-masing komponen:

Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa total nilai akhir yang diperoleh sebesar 77,36 ini berarti predikat tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2005 dinyatakan ”Cukup Sehat”, karena nilai akhir yang diperoleh diantara 66 sampai dengan 80 sesuai ketentuan. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut :

Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa total nilai akhir yang diperoleh sebesar 81,26 ini berarti predikat tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2006 dinyatakan ”Sehat”, karena nilai akhir yang diperoleh lebih besar dari 81 sesuai ketentuan. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut :

Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa total nilai akhir yang diperoleh sebesar 85,50 ini berarti predikat tingkat kesehatan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2007 dinyatakan ”Sehat”, karena nilai akhir yang diperoleh lebih besar dari 81 sesuai ketentuan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk cenderung membaik. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa kinerja keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk setelah pergantian kepemimpinan E.C.W. Neloe adalah baik dapat diterima.

KESIMPULAN

            Kinerja keuangan pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk cenderung membaik. Hal ini diketahui bahwa total nilai akhir yang diperoleh pada tahun 2005 sebesar 77,36, tahun 2006 sebesar 81,26 dan tahun 2007 sebesar 85,50 ini berarti kinerja keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk cenderung membaik dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa kinerja keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk setelah pergantian kepemimpinan E.C.W. Neloe adalah sehat dapat diterima.


Sumber pustaka :
http://ejournal.amikompurwokerto.ac.id/index.php/probisnis/article/viewFile/285/259

Jumat, 20 April 2018

PENGERTIAN ASSET LIABILITY, POOL OF FUND APPROACH, DAN ASSET ALLOCATION APPROACH



           Persaingan pada industri perbankan yang semakin ketat menyebabkan teori-teori pengelolaan asset-liability semakin berkembang. Secara spesifik, pendekatan asset liability management memfokuskan pada hubungan antara tingkat asset-asset variabel (variable-rate assets, VRAs) dan tingkat utang-utang variabel (variable-rate liabilities, VRLs). VRAs dan VRLs akan diperbaharui sepanjang waktu sesuai dengan perkembangan pasar. Teori ini muncul pada tahun 1970-an ketika terjadi fluktuasi tingkat bunga yang sangat drastis. Tiga jenis strategi asset liability management telah berkembang yang dikaitkan dengan “jurang pendanaan” (funds gap). Pada dasarnya, funds gap merupakan selisih antara VRAs dan VRLs. Ketiga strategi tersebut adalah the zero funds gap, the positive funds gap dan the negative funds gap.

1.      The Zero Funds Gap Strategy
            Dengan pendekatan ini manajemen bank berusaha menyamakan proporsi dari total asset bank yang dialokasikan kepada asset-asset variable, VRAs (nilainya berfluktuasi sesuai dengan bunga pasar) dengan proporsi dari total liability bank yang dialokasikan pada liabilities variable, VRLs (yang nilainya berfluktuasi sesuai dengan perubahan bunga pasar). Misalnya 40 persen VRAs dan 40 persen VRLs. Dengan demikian, bila terjadi perubahan tingkat bunga di pasar, misalnya naik, maka keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh kenaikan tingkat bunga tersebut akan sama. Strategi ini meminimumkan risiko perubahan tingkat bunga karena perubahan bunga dana yang diperoleh dan bunga dana yang dipinjamkan akan sama. Dalam teori ekonomi mikro, ini berarti Marginal Revenue sama dengan Marginal Cost (MR = MC). Kondisi ini merupakan kondisi optimal bagi setiap operasional perusahaan di dalam berbagai struktur pasar. Pendekatan ini akan menjaga kestabilan interest earning di tengah perubahan-perubahan tingkat bunga yang drastis.

2.      The Positive Funds Strategy
            Strategi ini menganjurkan agar rasio-rasio assets variable (VRAs) terhadap total aset harus lebih besar daripada liabilities variable, VRLs. Misalnya 40 persen aset-aset yang menghasilkan ditempatkan dalam bentuk VRAs dan hanya 20 persen pembayaran-pembayaran bunga liabilities dalam bentuk VRLs. Dengan demikian, bila terjadi kenaikan tingkat  bunga di pasar antarbank, hal itu akan mendapat keuntungan karena tambahan penghasilan bunga lebih besar daripada tambahan biaya bunga. Dengan kata lain, Marginal Revenue lebih besar dari Marginal Cost (MR > MC). Sebaliknya, bila terjadi penurunan tingkat bunga di pasar,  bank akan menderita kerugian karena penghasilan bunga akan menurun lebih besar dibandingkan dengan penurunan biaya bunga. Strategi ini cocok diterapkan bila diramalkan bahwa tingkat bunga pasar di masa yang akan datang akan naik.

3.      The Negative Funds Strategy
            Strategi ini kebalikan dari positive funds strategy. Strategi ini menganjurkan agar rasio dari assets variable (VRAs) terhadap total assets lebih kecil daripada liabilities variable (VRLs) terhadap total liabilities. Misalnya 40 persen aset dalam bentuk VRAs dan 60 persen liabilities dalam bentuk VRLs. Bila terjadi penurunan tingkat bunga pasar di masa yang akan datang, maka itu akan menguntungkan bank karena penurunan beban bunga lebih besar dari penurunan penghasilan bunga. Namun sebaliknya, bila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, bank akan menderita kerugian. Tambahan beban bunga akan lebih besar dari tambahan penghasilan bunga. Strategi ini cocok diterapkan bila diperkirakan akan terjadi resesi ekonomi di masa datang dan tingkat bunga akan menurun.
            Cara penempatan (alokasi) dana bank dengan mempertimbangkan sumber dana yang diperolehnya terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yang mana kedua pendekatan tersebut masih banyak dipergunakan atau dipilih oleh eksekutif bank, yaitu :
1.     Pool of fund approach


        Pool of fund approach adalah penempatan dana bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber dana seperti sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Pool of Fund Approach

2.     Asset allocation approach
        Asset allocation approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap jenis alokasi dana yang sesuai dengan sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Diagram Assets Allocation Approach

3.     Perbandingan Pool of Fund Approach dengan Assets Allocation Approach

Pool of Fund Approach
Assets Allocation Approach
Kelebihan :
q Perhitungan biaya dana relative sederhana.
q Pengelolaannya tidak kompleks.
Kelebihan :
q Mengalihkan penekanan likuiditas kepada profitabilitas.
q Jumlah rata-rata cadangan likuiditas mengalami penurunan sehingga alokasi dana dapat dialihkan lebih banyak pada penyaluran kredit dan penanaman modal dalam surat -surat berharga yang memiliki keuntungan lebih tinggi.
Kelemahan :
q Tidak diberikan dasar untuk memperkirakan standar likuiditas.
q Tidak terdapat pertimbangan terhadap perubahan giro, deposito, tabungan dan sumber dana lainnya.
q Mengabaikan likuiditas yang berasal dari portofolio kredit melalui pembayaran cicilan dan bunga secara terus-menerus.
q Memperkecil peranan cadangan sekunder sebagai likuiditas.
q Mengabaikan kenyataan mengenai kemampuan bank untuk memperoleh laba dari operasinya.
q Mengabaikan peran interaksi aktiva dan pasiva dalam penyediaan likuiditas secara musiman.
Kelemahan :
q Keputusan mengenai jumlah likuiditas dilakukan berdasarkan perkiraan atau perputaran simpanan.
q Bisa terjadi kelebihan likuiditas yang menyebabkan keuntungan menjadi berkurang.
q Portofolio kredit dianggap sama sekali tidak likuid sehingga kredit tidak dianggap sebagai sumber likuiditas yang potensial.
q Keputusan mengenai manajemen aktiva-pasiva dibuat secara independen.

Tabel 2.1 Perbandingan Kelebihan dan Kelemahan

            Berdasarkan klasifikasi dana dan asal sumber dana dalam pengalokasian dana yang sudah dijelaskan tersebut, keduanya menjelaskan adanya pengalokasian dana dalam bentuk surat-surat berharga dan kredit.

Ø Pengertian Liability Management Approach
            Kegiatan pokok industri perbankan adalah menghimpun dana dari anggota masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kembali kepada anggota masyarakat pemakai dana yang memerlukan dana.  Dengan kegiatan tersebut maka akan tercipta satu mekanisme yang dapat mendayagunakan sumber ekonomi masyarakat sehingga pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi negara. Dalam meghimpun dana, bank harus mengeluarkan biaya dana yang disebut Biaya Bunga Dana (Interest Expenses), sementara dalam penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan dana, bank akan memperoleh bunga dana yang disebut dengan Pendapatan Bunga Dana (Interest Income). Dari selisih antara biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dana dengan bunga yang diperoleh karena meminjamkan dana, maka bank akan mendapatkan selisih  pendapatan bunga (Net Interest Margin).
            Jika bank dapat menyalurkan seluruh dana yang dihimpun, maka akan menguntungkan, namun risikonya apabila sewaktu-waktu pemilik dana menarik dananya atau pemakai dana tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dari bank maka akan menggangu likuiditas bank.. Sebaliknya, apabila bank tidak menyalurkan dananya maka bank juga akan terkena risiko karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jika bank menyalurkan dana (penggunaan dana) lebih lama jangka waktunya dibandingkan dengan jangka waktu penghimpunan dana (sumber dana) maka akan berisiko juga apabila sumber dana yang telah jatuh tempo tidak dapat diperpanjang lagi. Atau sebaliknya, apabila bank menyalurkan dananya (penggunan dana) dengan jangka waktu lebih pendek dibandingkan jangka waktu penghimpunan dana (sumber dana) karena hilangnya kesempatan mendapat keuntungan.Demikian pula jika bank menyalurkan dananya dalam bentuk mata uang negara lain (baik karena keinginan bank atau keinginan nasabah) atau menghimpun dana dalam bentuk mata uang negara lain inipun akan berisiko apabila harga uang atau nilai mata uang negara lain berubah.
            Timbul pertanyaan, bagaimanakah dana yang disimpan dan dana yang disalurkan dapat berputar dengan baik sehingga bank masih dapat memperoleh keuntungan dan terhindar dari risiko apakah risiko kekurangan atau kelebihan dana, risiko perubahan suku bunga, risiko perubahan nilai tukar, risiko lainnya seperti tidak tepatnya komposisi atau pricing sumber dan penggunaan dana.  Risiko sendiri erat kaitannya dengan kondisi ke depan sementara kondisi ke depan sulit diperkirakan. Krisis keuangan pada era 1997 yang melanda kawasan Asia termasuk Indonesia telah membuka wawasan manajemen bahwa risiko keuangan sangat besar akibatnya, tidak saja pada sektor ekonomi keuangan akan tetapi melanda ke sektor politik, hukum, moral dan sebagainya.  lnilah tugas utama manajemen bank, yaitu bagaimana menjaga goncangan yang terjadi sehingga tetap terjaga keberadaannya karena dengan keberadaan itulah maka bank di satu pihak ikut berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan di pihak lain juga mendorong lalu lintas keuangan internasional. Dengan demikian, kemampuan mengelola bank akan sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu bank sehingga diperlukan tenaga-tenaga yang terampil, handal, jujur dan profesional di semua lini, tenaga-tenaga yang kritis dan kreatif serta tanggap terhadap perubahan lingkungan. ALMA (Asset & Liability Management) dapat diartikan dengan pengelolaan sumber dan penggunaan dana bank yang saat ini menjadi salah satu titik sentral perhatian manajemen bank, karena meningkatnya kompleksitas karakteristik asset dan liabilities, tajamnya persaingan antar bank dan ketidakpastian perekonomian. Dengan ketidakpastian usaha maka mendorong manajemen bank melakukan pendekatan yang bertitik berat pada interaksi antara sisi Asset & Liability.  Jadi Asset & Liability Management adalah proses pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank. Asset & Liability Management merupakan kebijakan dan strategi jangka pendek dalam pencapaian rencana tahunan.
            ALMA (Asset and Liability Management) adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan melalui pengumpulan, proses, analisa, laporan, dan menetapkan strategi  terhadap asset dan liability guna mengeliminasi risiko antara lain risiko likuiditas, risiko suku bunga, risiko nilai tukar dan risiko portepel atau risiko operasional dalam menunjang pencapaian keuntungan bank.

Beberapa risiko Asset & Liability antara lain :
a.       Risiko likuiditas yaitu risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank mengelola (kelebihan atau kekurangan) dana dalam kegiatan operasional.
b.      Risiko suku bunga yaitu risiko yang disebabkan karena posisi reviewing asset liability tidak searah dengan perubahan suku bunga.
c.       Risiko nilai tukar yaitu risiko yang disebabkan oleh posisi Asset & Liability dalam mata uang asing tidak searah dengan perubahan nilai tukar.
d.      Risiko portepel yaitu risiko yang disebabkan oleh struktur Asset & Liability tidak mendukung effisiensi operasi, seperti komposisi asset kurang menghasilkan keuntungan dan komposisi liability mengarah ke biaya tinggi. Dalam kaitan terhadap risiko portepel ini fungsi pengelolaan portepel  sangat penting yaitu bagaimana mengusahakan agar komposisi dana searah dengan komposisi penggunaan dana.
Risiko portepel termasuk fungsi pengelolaan dana atau Funding Management disebut juga the acquisition of liabilities atau Deposit and Liabilities Management.
            Funding Management mencerminkan bermacam-macam strategi dalam menghimpun dana dalam jumlah yang besar pada berbagai periode, berbagai jenis instrumen untuk berbagai tujuan bank dalam meminimalkan biaya dana dan mengeliminir risiko dana. Pengertian funding management dapat dilihat dalam arti yang sempit maupun yang luas.  Dalam arti yang sempit, funding management diidentikkan dengan liability management namun dalam arti yang luas, masalah funding management mencakup kedua sisi neraca sehingga tidak hanya terkait dengan kemampuan manajemen di dalam mengelola penghimpunan dana, namun juga bagaimana upaya manajemen di dalam mengelola dana tersebut pada sisi aktiva.  Dalam perbankan, pengelolaan dana (funding management) tersebut meliputi pemantauan dan pengarahan struktur dana sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi sebagai sumber pembiayaan dan pengembangan portfolio di sisi aktiva, di samping menjaga agar penetapan lending rate tidak menjadi lebih tinggi dari rata-rata pesaingnya.

Ø TEORI ALMA
1.      Commercial Loan Theory atau Real Bills Doctrine
            Pendekatan ini sangat sederhana. Untuk menjaga tingkat likuiditas, disarankan agar kredit-kredit yang diberikan hanya berjangka pendek saja. Dana yang berasal dari masyarakat umumnya berjangka pendek, oleh karena itu bank umum juga harus menempatkannya pada jangka pendek. Akan tetapi penyaluran kredit jangka pendek sangat terbatas, misalnya membiayai proses produksi barang, transportasi barang-barang jadi ke tempat tujuan, dan di sektor perdagangan. Kegiatan-kegiatan seperti ini sangat terpengaruh pada kondisi perekonomian secara keseluruhan. Bila perekonomian lesu, maka kredit di sektor ini menurun dan akan naik jika perekonomian membaik. Jika bank mengutamakan sektor-sektor seperti ini, maka sektor ini pun akan kebanjiran likuiditas, sehingga tingkat bunganya juga turun.

2.      The Shiftability Theory
            Asset-asset yang dimiliki ditransformasikan ke pasar sekunder dalam bentuk surat-surat berharga yang sangat likuid, seperti treasury bills, commercial paper dan banker’s acceptance. Bila likuiditas diperlukan, maka asset-asset ini dengan mudah dapat dijual. Akan tetapi bila banyak bank menganut philosophyini, akan terjadi overlikuid surat-surat berharga di pasar yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang akan diperoleh.

3.      The Pool of Funds Approach
            Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan keuntungan meskipun dalam jangka pendek. Pendekatan ini menganjurkan agar dana-dana yang masuk dikumpulkan dalam suatu tempat. Kemudian dialokasikan ke pos-pos menurut urutan tingkat kepentingannya. Pertama, memenuhi cadangan wajib. Selanjutnya, baru memperkuat basis cadangan sekunder atau investasi jangka pendek yang tingkat likuiditasnya cukup tinggi. Tambahan selanjutnya baru digunakan untuk membeli surat-surat berharga jangka panjang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Kelemahan pendekatan ini antara lain adalah konsentrasi terhadap tingkat likuiditas akan mengurangi kemampuan bank dalam menciptakan keuntungan. Alokasi dana tanpa memperhatikan sumbernya akan menyulitkan pengelolaan asset-liability.

4.      The Anticipated Income Theory
            Teori ini berkembang tahun 1950-an sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan akan likuiditas yang tersedia.  Teori ini melihat bagaimana memperlakukan loan sebagai sumber likuiditas yang tersedia. Jadi, dengan melihat kapan si peminjam akan mengembalikan pinjamannya, merupakan basis likuiditas pada saat yang sama. Dengan metode seperti  ini akan terjadi aliran dana secara kontinu yang dapat menjamin likuiditas. Bila terjadi krisis likuiditas, bank dapat menjual loan untuk memperoleh cash di pasar sekunder. Cara ini menghendaki kesamaan antara loan yang jatuh tempo dan pinjaman-pinjaman jangka pendek yang membiayai inventory. Pada dasarnya, teori ini tidak jauh berbeda dengan commercial  loan theory, tetapi cukup dengan persediaan surat-surat berharga yang lebih sedikit.

5.      Conversion of Fund Approach
            Perkembangan lembaga-lembaga keuangan nonbank telah mengubah struktur sumber-sumber dana dan penyalurannya. Tiap-tiap sumber memiliki perilaku, biaya, dan cadangan resmi yang berbeda. Pendekatan ini memperlakukan tiap-tiap sumber pembiayaan secara individual. Dana-dana jangka panjang akan dialokasikan ke pinjaman jangka panjang. Demikian juga dengan sumber-sumber jangka pendek akan disalurkan ke kredit-kredit jangka pendek. Jadi, setiap utang dicocokkan dengan asset yang sesuai perilaku, biaya, dan cadangan resminya. Keunggulan dari pendekatan ini adalah mengutamakan pada tingkat keuntungan bukan pada tingkat likuiditas. Dampaknya mengurangi cadangan likuiditas dan memperbesar loan dan investasi.

Referensi :



Minggu, 18 Maret 2018

SISTEM BANK INDONESIA



Peran Bank Indonesia dalam Perbankan
            Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1.      Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
2.      Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
3.      Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
4.      Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
5.      Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.

Bank Indonesia sebagai Sistem Bank Tunggal.
            Pada masa lalu Bank Indonesia dan dunia perbankan nasional pernah mengalami suatu perubahan revolusioner, yaitu sistem perbankan tunggal. Dalam sistem itu semua bank, baik bank sentral maupun bank komersial dilebur menjadi satu wadah dalam Bank Tunggal. Kebijakan seperti itu tentu saja tidak lazim dilakukan dalam dunia perbankan di mana pun juga, tapi perbankan nasional justru pernah mengalaminya. Selain itu salah satu peristiwa unik yang terjadi dalam periode ini adalah lenyapnya “nama” Bank Indonesia dari dunia perbankan nasional untuk beberapa saat, karena diubah menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) Unit I.

Bank Indonesia sebagai bank sentral
            Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini yaitu :
1.      menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2.      mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3.      serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi perbankan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan mengawasi perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada aspek makroprudensial sistem perbankan secara makro

Bank Indonesia Sebagai Badan Hukum
            Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Berikut ini kedudukan Bank Indonesia :
1.      Kedudukan Bank Indonesia Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia.
            Konstitusi merupakan sebuah bangunan. Di setiap negara modern terdapat adanya suatu konstitusi, karena konstitusi menentukan arah permulaan suatu negara dan untuk tujuan apa negara itu dikelola. Dalam satu teori hierarki (Stufenbau Theory) yang dicetuskan oleh Hans Kelsen, konstitusi berada pada ranah hukum yang tertinggi, sehingga bisa dikatakan bahwa konstitusi merupakan hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
2.      Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara yang Independen
Dasar hukum Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara Pemegang Otoritas Tertinggi di bidang Moneter dan Perbankan Negara (Bank Sentral).
Dasar hukum kedudukan BI sebagai Bank Sentral, antara lain:
·         Pasal 23A UUDNRI Tahun 1945
·         Pasal 23C UUDNRI Tahun 1945
·         Pasal 23D UUDNRI Tahun 1945
·         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
·         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia


3.      Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
            Eksistensi Bank Indonesia selaku Bank Sentral dijamin dalam amandemen UUD 1945 Pasal 23D, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”, meskipun eksplisit dinyatakan dalam UUD 1945, namun kedudukan lembaga Bank Indonesia tidak termasuk dalam Lembaga Tinggi Negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang sama-sama eksistensinya dijamin dalam UUD 1945. Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara disebutkan secara tegas pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
            Kedudukan Bank Indonesia Dalam Melaksanakan Ekonomi Pemerintahan Kedudukan BI  sebagai lembaga negara yang independen, maka BI tidak hanya berkedudukan sebagai pemegang otoritas dibidang moneter negara saja. BI juga melaksanakan/menjalankan ekonomi pemerintahan terkait dengan pembangunan ekonomi di Indonesia.
            Kedudukan Hukum Peraturan BI Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Terkait dengan kedudukan Bank Indonesia dalam konstitusi, terdapat aspek lain yang perlu mendapat perhatian, yaitu mengenai kedudukan hukum Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam tata peraturan perundang-undangan, dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
            Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa BI merupakan suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.
            Secara teori, setiap lembaga negara diberikan kewenangan untuk membuat/mengeluarkan suatu produk hukum dari institusi/lembaganya tersebut, sehingga dalam hal ini BI juga berhak mengeluarkan suatu produk hukum karena kedudukan BI sebagai lembaga negara.

Visi dan Misi Bank Indonesia
Visi :
            Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
Misi :
·         Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter.
·         Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal.
·         Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar.
·         Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia.

Strukturisasi Sistem Perbankan Indonesia
            Sistem perbankan Indonesia adalah sebuah tata cara, aturan-aturan dan pola bagai mana sebuah sektor perbankan (bank-bank yang ada) menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan atau sistem yang dibuat oleh pemerintah. Sistem perbankan di Indonesia terbangun dengan kosep yang dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokrasi sesuai dengan landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Azas Perbankan Indonesia, pada Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yang berbunyi : “Perbankan Indonesia dalam menjalankan Usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian”.
            Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945.Dalam menjalankan sebuah sistem perbankan yang baik, perlu ada nya pilar-pilar yang menyangga agar sebuah sistem tersebut dapat berjalan. Dalam sistem perbankan indonesia, pilar ini disebut dengan arsitektur perbankan indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Menganalisa Sistem Perbankan di Indonesia
SISTEM INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA
– Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI) SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas pengawasan, pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :
·         Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank;
·         Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan bank.
·         Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
·         Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
·          Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
1.      Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper Test (FPT).
2.      Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan investigasi atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang telah dilakukan sampai dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
3.      Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank.